Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

6 Kebohongan Ibu

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang pas - pasan. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi kesawah yang tidak terlalu luas untuk bercocok tanam, ibu berharap dari sawah, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang dari sawah, ibu memasak sup ayam yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ayam itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ayam yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ayam yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ayam" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA 
Ketika masuk SMP, demi membiayai sekolahku dan adikku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah baju hasil jahitannya untuk dijual agar mendapat sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim hujan tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lampu teplok kecil ( belum ada listrik PLN waktu itu) dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menjahit. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA 
Ketika ujian tiba, ibu ingin menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah aku, adikku  sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya istirahat Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. aku yang hidup di luar kota sering memberikan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan memberi balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya duit" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit tumor rahim, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh  langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM
.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! "
Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi.. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.



Tri Rahmawati
Tri Rahmawati Seorang Guru yang Aktif Menulis sejak 2011

Posting Komentar untuk "6 Kebohongan Ibu"